Belajar Untuk Hidup - Hidup Untuk Belajar



Hidup Itu Belajar  - PKP 17,3,2012  Mazmur 90:12

Anak burung belajar terbang  
Anak singa belajar mengintai dan menerkam mangsa..
Anak unggas belajar dari induknya untuk mencari makan.
Anak2 manusia belajar berjalan, belajar di sekolah, setelah dewasa belajar mandiri, dsb...
Hewan belajar, apalagi manusia. Akan tetapi, apa sebetulnya yang kita lakukan,
apa kita belajar untuk hidup ataukah hidup untuk belajar?

kita lihat apa sebenarnya belajar. (Ada beberapa teori) Belajar adalah :
1.proses di mana orang mengubah pandangan tentang dirinya dan tentang lingkungannya, teori Persepsi.
2.Belajar adalah mengkoordinasikan perilaku dengan dorongan dari lingkungan, kata teori Behavioristik.
3.Belajar adalah rekonstruksi mental atau melihat ulang segala sesuatu dengan konfigurasi yang berbeda,   
    kata teori Gestalt.
4.Belajar adalah memandang arti yang baru dan peristiwa sedemikian rupa sehingga menimbulkan arti yang
    baru dan hubungan yang baru, kata teori Eksistensial.
5.Belajar adalah proses dimana orang mengidentikkan diri atau menirukan perilaku penduduk, kata teori
    Perkembangan.

Apa persamaan antara semua definisi itu? Semua rumusan itu menyiratkan terjadinya perubahan pada waktu orang belajar.
Belajar adalah berubah. Apanya yang berubah? Ada tiga hal yang berubah.

Pertama, belajar adalah mengubah pikiran. Kita mengubah pikiran dengan jalan menambah, menganalisis, menilai, menata ulang dan mengaplikasi informasi yang ada dalam pikiran kita.

Kedua, belajar adalah mengubah perasaan. Yang dimaksud dengan perasaan di sini bukanlah emosi atau impulsi melainkan sikap atau nilai-nilai hidup yang kita anut. Belajar adalah mengubah sikap atau keengahan kita tentang gagasan, orang, benda, dan keadaan. Belajar adalah mengubah komitmen kita pada nilai-nilai hidup.

Ketiga, belajar adalah mengubah perilaku. Belajar adalah mengubah tindakan, cara kerja, gaya hidup dan praktek hidup kita.

Kesimpulan: belajar adalah mengubah keseanteroan diri. Belajar adalah secara bertahap mengubah diri menjadi manusia yang lain dan baru.

Sering kali kita mengira bahwa belajar hanya berarti menambah pengetahuan, dari belum tahu menjadi sudah tahu atau dari sudah tahu menjadi lebih tahu.
Memang itu belajar, namun dalam arti sempit. Dalam arti sempit itu kita berarti belajar untuk hidup, sama seperti burung yang belajar terbang. Dalam arti sempit ini belajar hanya bertujuan mendapat ijazah dan gelar. Belajar hanya bertujuan menaiki anak tangga masyarakat yang lebih tinggi. Belajar hanya bertujuan mencari karir, gengsi, kedudukan, kekuasaan atau kekayaan. Dalam arti sempit ini belajar hanya terjadi sekian tahun. Begitu tujuan tercapai orang berhenti belajar. Begitu berhenti sekolah, orang berhenti baca buku.

Akan tetapi untunglah belajar juga mempunyai arti yang lebih luas. Dalam arti yang luas, belajar adalah mengembangkan mutu pemahaman dan sikap hidup terhadap diri sendiri, orang lain, alam, benda, kehidupan serta kematian dan tentunya juga terhadap Allah Pencipta semua itu. Dalam arti luas ini kita hidup untuk belajar. Dalam arti luas ini, belajar tidak ada akhirnya.

 Bagaimana dengan mengajar? Sejajar dengan uraian di atas, mengajar juga bisa diartikan secara sempit dan luas. Mengajar dalam arti sempit adalah member pengetahuan. Tetapi dalam arti luas mengajar adalah menolong orang berumbuh dalam pemahaman dan nilai-nilai hidup. Mengajar adalah menabur benih nilai-nilai hidup.

 Kita belajar untuk hidup. Tetapi yang lebih penting lagi adalah bahwa hidup untuk belajar. Sebab kalau kita hanya belajar untuk hidup, maka apa bedanya kita dengan anak burung yang belajar terbang supaya bisa hidup. Arti belajar dan arti hidup menjadi dangkal. Karena itu, kita perlu tahap berikutnya, yaitu hidup untuk belajar. Belajar rupa-rupa hal.

Belajar tahu diri dan mengenal diri. Belajar tahu apa kekuatan kita lalu menjadikan kekuatan itu berkat bagi banyak orang. Belajar tahu apa kelemahan kita lalu memperbaikinya.

Belajar mengenal orang lain. Belajar menerima orang lain sebagaimana dia adanya, menempatkan diri pada perasaannya, mengagumi keunggulan dan memaklumi kelemahannya. Belajar berterima kasih atas pemberian dan pertolongannya biar bagaimanapun kecilnya. (1 Tes 4:9)
 
Belajar menghadapi kesulitan sebab jalan hidup ini tidak selalu datar dan mulus, melainkan turun naik, mendung dan cerah, penuh tantangan dan persoalan. (Fil 4:11)

Belajar jujur. Sebab hidup ini ibarat permainan atau pertandingan yang pada akhirnya diukur bukan dengan menang atau kalah, melainkan dengan ukuran bagaimana cara kita memainkan pertandingan itu.

Belajar bijak, mengatur waktu, menjaga kesehatan, bertanggung jawab, membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mengatur uang, mengatur rumah, menyuruh diri sendiri dan melarang diri sendiri.

Belajar sabar, mengalah, memaafkan dan menerima keadaan.

Belajar berprakarsa, memanfaatkan kesempatan bahkan menciptakan kesempatan, bekerja keras, ulet, tangguh, tahan bantingan, hemat, rajin dan tekun; sebab perbandingan orang jenius adalah 1% inspirasi banding 99% transpirasi alias peras keringat, (Maz 106:35)

  Belajar berjiwa besar, menghargai perbedaan, mengagumi yang berhasil, memuji yang berprestasi, membela yang kecil dan lemah, melindungi minoritas dan mengikutsertakan kaum pinggiran.

Belajar menjaga keseimbangan dan keutuhan antara kesibukan dan keteduhan, antara banting tulang dan tidur nyenyak, antara urusan vertikal dan horisontal (lukas 11:1), antara mengatur diri dan mempercayakan diri. Juga antara iman dan ilmu, sebab iman tanpa ilmu adalah picik sedangkan ilmu tanpa iman adalah pincang.  

Belajar menghitung hari seperti doa pemazmur, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (90:12). Artinya, menyadari bahwa hidup, dengan segala titipannya seperti keluarga, pekerjaan, sahabat dan lainnya, bukan milik kita selama-lamanya, sebab sesuatu yang ada pada kita untuk seterusnya tidak jadi bernilai.

 Dari situ kita belajar menghargai hidup. Menghargai hari-hari yang Tuhan tambahkan kepada kita. Belajar tersenyum seperti sekuntum bunga. Belajar bersyukur seperti kicau seekor burung di pagi hari. Belajar hidup.

Belajar untuk menuruti suara hati dan belajar mendengar suara hati. Seperti diakui pemazmur, “Pada waktu malam hati nuraniku mengajar aku” (16:7).  

Belajar mencari kehendak Tuhan. Belajar melakukan kehendak Tuhan, seperti doa pemazmur, “Ajarlah aku melakukan kehendakMu” (143:10) (Ul 17:19)

Φ  Hidup itu belajar. Selama Tuhan masih memberi hidup, selama itu kita masih diberi kesempatan belajar. Belajar rupa-rupa hal. Belajar setiap hari. Sebab itu pengarang Mazmur 119 berkali-kali memohon: “Tuhan, ajarlah aku …”

Φ  Hidup itu belajar. Hidup itu menabur. Menabur benih di hati sendiri dan menabur benih di hati orang lain. Kita hidup untuk menabur. Menabur iman, ilmu dan pelayanan. Selamat menabur!

Komentar